Bisnis

Fenomena Masyarakat Cari Hiburan Terjangkau Meski Ekonomi Tertekan

×

Fenomena Masyarakat Cari Hiburan Terjangkau Meski Ekonomi Tertekan

Sebarkan artikel ini
Fenomena Masyarakat Cari Hiburan Terjangkau Meski Ekonomi Tertekan

SIBER24.ID – Kondisi ekonomi Indonesia saat ini ditandai dengan melemahnya daya beli dan meningkatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, meski situasi ekonomi sedang sulit, tempat-tempat hiburan tetap ramai selama libur panjang Isra Mikraj dan Imlek, bahkan menyebabkan kemacetan.

Pakar bisnis Profesor Rhenald Kasali menjelaskan bahwa masyarakat tetap mencari hiburan yang terjangkau sebagai cara untuk mendapatkan kebahagiaan. Menurutnya, meskipun daya beli menurun dan pengangguran meningkat, orang tetap menginginkan pengalaman menyenangkan, tetapi dengan biaya yang lebih hemat.

“Liburan panjang membuat jalanan kembali macet. Tahun ini, jumlah hari libur diperkirakan lebih dari 100 hari. Jadi, mengapa jalanan tetap ramai? Padahal, banyak yang mengatakan daya beli turun dan kelas menengah menyusut,” ujar Rhenald melalui unggahan di Instagram @rhenald.kasali, dikutip Rabu (29/1/2025).

Ia menambahkan bahwa fenomena ini sering disebut sebagai lipstick effect, yaitu perubahan pola konsumsi di tengah kondisi ekonomi sulit. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Leonard Lauder dari Estée Lauder saat tragedi 9/11 di AS, ketika penjualan lipstik justru meningkat meskipun daya beli masyarakat menurun.

Menurut Rhenald, masyarakat tetap mencari “kemewahan yang terjangkau” seperti liburan ke kota-kota terdekat atau membeli barang mewah dengan harga lebih murah, misalnya mobil keluaran China.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menyebut fenomena ini sebagai experience economy, yaitu pergeseran belanja masyarakat ke sektor hiburan saat daya beli tertekan. Contohnya, orang tetap mengalokasikan dana untuk rekreasi, menonton film, atau nongkrong meski penghasilan mereka tidak meningkat signifikan.

Bhima mengingatkan bahwa tren ini harus diimbangi dengan pengelolaan keuangan yang bijak. Ia menyarankan agar 40% pendapatan digunakan untuk kebutuhan pokok dan cicilan, 40% untuk tabungan dan investasi, sementara hanya 20% yang boleh digunakan untuk hiburan. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak berutang demi memenuhi gaya hidup experience economy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!